Bengkulu, Penelusuran Online – Mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, resmi menjadi terdakwa dalam kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan menjelang Pilkada 2024. Dalam sidang perdana yang digelar Senin (21/4/2025) di Pengadilan Negeri Bengkulu, Jaksa KPK menyebut bahwa Rohidin menerima aliran dana fantastis—baik dalam bentuk rupiah, dolar Singapura, maupun dolar Amerika.
“Total yang diterima oleh terdakwa Rohidin Mersyah sebesar Rp7,2 miliar, gratifikasi senilai Rp30,3 miliar, serta uang asing berupa 309.581 dolar Singapura dan 42.715 dolar Amerika,” ungkap Jaksa Penuntut KPK Adi Arie.
Uang itu, kata jaksa, diduga dikumpulkan dari para pejabat eselon dua hingga kepala sekolah atas tekanan dan ancaman pencopotan jabatan jika tidak mendukung pemenangan Rohidin di Pilkada. Seluruh dana diterima secara tunai melalui tangan kanan Rohidin, yakni ajudannya Evriansyah dan stafnya Isnan Fajri. Catatan aliran dana itu bahkan tersimpan rapi dalam file Excel.
Jaksa menjerat ketiga terdakwa dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B UU Tipikor junto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal seumur hidup.
Namun tim kuasa hukum Rohidin Mersyah membantah keras dakwaan tersebut. Aan Julianda, pengacaranya, menyebut kliennya tidak punya posisi untuk mengancam siapa pun.
“Pada saat itu, Pak Rohidin sedang cuti kampanye, bukan pejabat aktif. Apakah masuk akal beliau bisa mencopot kepala dinas? Sekarang saja sudah tidak menjabat,” ujarnya.
Pengacara Evriansyah, Aizan Dahlan, juga menegaskan bahwa kliennya hanyalah ajudan yang mengikuti perintah atasan. Sementara pengacara Isnan Fajri, Jecky Haryanto, menyebut peran Isnan serupa dengan kepala OPD lainnya—pelaksana teknis, bukan pengambil keputusan.
Sidang akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi dan pengujian bukti-bukti, termasuk soal siapa yang memegang kendali penuh atas aliran dana tunai dalam tiga mata uang tersebut.