Bengkulu, Penelusuran Online – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu terus mendalami kasus dugaan penyimpangan dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas aset lahan Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM) Kota Bengkulu. Setelah menetapkan mantan pejabat BPN Kota Bengkulu, Chandra D. Putra sebagai tersangka, Tim Tindak Pidana Khusus Kejati Bengkulu melakukan penggeledahan di Kantor BPN Kota Bengkulu, Kamis (19/6/2025).
Penggeledahan yang dipimpin langsung oleh Katim Wenharnol menyasar tiga lokasi, yakni dua gudang penyimpanan dokumen dan satu ruang kantor utama di kompleks BPN Padang Jati, Kota Bengkulu. Pemeriksaan difokuskan pada dokumen-dokumen terkait perubahan status lahan dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) menjadi SHGB yang kemudian muncul atas nama dua pengelola, yakni PT Trigadi Benggawan dan PT Dwisaha Selaras Abadi.
“Permasalahan yang sedang kami selidiki adalah bagaimana proses SHGB bisa muncul atas nama pihak ketiga, padahal aset tersebut sudah diagunkan ke bank sejak 2004,” ungkap Wenharnol di sela penggeledahan.
Sebelumnya, sertifikat lahan Mega Mall dan PTM diketahui telah diagunkan ke empat perbankan oleh pihak ketiga. Ironisnya, ketika kredit bermasalah, SHGB justru kembali diagunkan ke lembaga perbankan lain, menambah kompleksitas utang atas aset tersebut.
Kajati Bengkulu, Victor Antonius Saragih Sidabutar, melalui Kasi Penkum Ristianti Andriani, menyebutkan bahwa dokumen asli sertifikat telah berhasil ditemukan. Namun demikian, proses hukum tetap berjalan untuk menelusuri dugaan rekayasa administratif dalam proses pemecahan dan pengalihan hak lahan.
Selain persoalan legalitas sertifikat, Kejati juga menyoroti potensi kerugian negara akibat tidak adanya penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sejak bangunan itu berdiri. “Sejak awal berdiri, pengelola tidak pernah menyetorkan PNBP ke kas daerah, sehingga kerugian negara ditaksir mencapai hampir Rp150 miliar,” ujar Ristianti.
Penyidikan masih terus berlanjut. Kejati berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam jaringan penyimpangan aset negara.