Pajak Kendaraan Tinggi, Ini Program Bantu Rakyat atau Bantu Pemerintah?

oleh -43 Dilihat
oleh
banner 468x60

Bengkulu, Penelusuran Online – Pernyataan Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, yang menyebut tidak ada kenaikan pajak kendaraan bermotor yang memberatkan masyarakat, dipertanyakan publik. Pasalnya, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya—kenaikan pajak justru menjadi keluhan utama banyak warga, yang merasa terbebani secara ekonomi.

Tomi, warga Kelurahan Tebeng, menjadi salah satu yang angkat suara. Kepada wartawan Penelusuran Online, ia mengungkapkan kekecewaannya saat hendak membayar pajak mobil Toyota Avanza miliknya. “Biasanya saya bayar 1,7 juta, sekarang melonjak jadi 2,2 juta. Saya kaget, makanya saya batal bayar. Ini terlalu berat untuk saya,” ujar Tomi, yang mengaku tidak mendapatkan penjelasan memadai soal kenaikan ini.

banner 336x280

Senada dengan Tomi, Mukhlis, warga Kerkap, juga mengalami hal serupa. Pajak mobil Toyota Vios miliknya tiba-tiba naik hingga satu juta rupiah dibanding tahun sebelumnya. “Ini memberatkan, dan saya yakin bukan saya saja yang merasakannya. Tapi kenapa Gubernur bilang tidak ada kenaikan?” tegas Mukhlis.

Padahal sebelumnya, dalam sebuah video yang diunggah ke TikTok, Gubernur Helmi Hasan justru menyatakan bahwa tidak ada kenaikan pajak yang membebani masyarakat. Ia bahkan menyebut pendapatan dari pajak kendaraan bermotor di Bengkulu menurun pasca pemberlakuan opsen pajak.

Yang lebih mencengangkan, Gubernur Helmi Hasan justru melontarkan ancaman kepada media yang memberitakan kenaikan pajak tersebut. Dalam narasinya, ia memperingatkan agar media-media yang memuat berita soal kenaikan pajak segera menurunkannya, atau akan ditindak dengan penutupan media itu sendiri.

Pernyataan bernada represif itu menimbulkan pertanyaan serius: mengapa Gubernur lebih fokus membungkam suara media ketimbang menyelidiki keluhan warga yang nyata dan terukur? Apakah pemerintah daerah lebih sibuk menjaga citra daripada mencari solusi?

Kenaikan pajak kendaraan bermotor jelas merupakan isu publik yang layak diberitakan. Upaya membungkam media justru menambah kekhawatiran akan tergerusnya demokrasi dan transparansi dalam pemerintahan. Jika keluhan warga nyata, bukankah seharusnya didengar dan dicarikan solusi, bukan disangkal dan ditekan?

Warga Bengkulu berhak tahu, dan media memiliki kewajiban moral untuk menyampaikan fakta. Pernyataan sepihak pejabat publik yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan tidak seharusnya dibiarkan tanpa pertanyaan kritis. Kini, publik menanti klarifikasi—bukan intimidasi.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.