Bengkulu, Penelusuran Online – Masyarakat adat di Bengkulu mendesak Presiden Prabowo Subianto segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan masalah transportasi yang menimpa lebih dari 4.000 warga Pulau Enggano. Dalam aksi massa yang digelar pada Kamis, 5 Juni 2025, di Kota Bengkulu, ratusan perwakilan masyarakat adat, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil menyuarakan keprihatinan mereka terhadap kondisi yang semakin memburuk.
Ketua Pengurus Harian Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu, Fahmi Arisandi, mengungkapkan rasa kecewa atas tidak hadirnya pemerintah daerah dalam menyelesaikan masalah ini. “Kami anggap pemerintah di Bengkulu tidak hadir dalam kondisi ini,” kata Fahmi di hadapan massa aksi.
Sejak Maret 2025, masyarakat di Pulau Enggano terpaksa menghadapi penghentian layanan transportasi laut yang vital untuk pengiriman penumpang dan barang. Hal ini disebabkan oleh pendangkalan alur di Pelabuhan Pulau Baai di Kota Bengkulu, yang menjadi dermaga bagi kapal-kapal besar yang melayani jalur ke Pulau Enggano.
Milson Kaitora, Paabuki atau pimpinan kepala suku di Pulau Enggano, menyatakan bahwa sejak berhentinya aktivitas pelabuhan, belum ada upaya konkret dari pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini. Akibatnya, hasil pertanian warga yang melimpah terpaksa dibiarkan membusuk karena tidak bisa dikirimkan. “Kami cuma minta kapal itu saja. Biar seluruh layanan di sini berjalan normal,” ujar Milson. Selain itu, beberapa masyarakat nekat menggunakan kapal kecil untuk menuju Kota Bengkulu, meski perjalanan ini memakan waktu hingga lebih dari 14 jam.
Fahmi Arisandi menambahkan bahwa pendangkalan alur bukanlah alasan yang cukup untuk menghentikan layanan transportasi ke Pulau Enggano. “Ini sangat membahayakan nasib orang di Pulau Enggano, terutama dalam hal layanan medis. Tanpa transportasi yang memadai, warga yang memerlukan pengobatan harus bertahan di rumah mereka,” tambah Fahmi.
Kondisi ini bukanlah hal baru, karena masalah pendangkalan alur sudah terjadi sejak 2010, namun belum ada mitigasi yang serius dari pemerintah daerah. “Kami mendesak agar pemerintah dan Presiden segera menyediakan kapal alternatif untuk layanan transportasi ke Enggano. Ingat, Enggano ini bukan pulau kosong tak berpenghuni,” tegas Fahmi.
Aksi solidaritas yang dihadiri oleh ratusan perwakilan masyarakat adat, mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, petani, dan seniman tersebut juga memunculkan seruan agar pemerintah segera bertindak. “Jangan banyak klaim bantu ini bantu itu, cukup sediakan kapal ke Enggano. Pemerintah kan punya akses dan kuasa untuk menyediakannya,” kata Wenni, perwakilan perempuan adat dari Kutei Lubuk Kembang, Kabupaten Rejang Lebong.
Sebagai bagian dari aksi tersebut, massa memamerkan spanduk raksasa bertuliskan SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN PRABOWO SUBIANTO #ENGGANOBUKANPULAUKOSONG dengan ukuran 10×6 meter di Tugu Simpang Lima, Kota Bengkulu. Aksi ini berlangsung selama lebih dari 3 jam, menyuarakan solidaritas dan tuntutan untuk segera menyelesaikan masalah transportasi yang kini mengancam kehidupan masyarakat Enggano.
Kontak untuk informasi lebih lanjut: AMAN Bengkulu M. Alfath: 083181638588 Endang Setiawan: +62 831-6564-9462