Bengkulu, Penelusuran Online – Sidang perdana kasus dugaan korupsi terkait Pilkada Bengkulu 2024 yang melibatkan mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dimulai pada Senin (21/4/2025) di Pengadilan Negeri Bengkulu. Dalam persidangan tersebut, Isnan Fajri yang turut didakwa atas pemerasan dan gratifikasi dalam penyelenggaraan Pilkada, mendapat pembelaan tegas dari kuasa hukumnya.
Kuasa hukum Isnan, Jecky Haryanto, menegaskan bahwa kliennya tidak memiliki kuasa dalam keputusan-keputusan terkait aliran dana yang menjadi pokok perkara. “Isnan Fajri tidak memiliki kekuasaan atau otoritas dalam perkara ini. Ia hanya menjalankan perintah atasan, seperti halnya kepala OPD lainnya yang mengikuti instruksi dari pejabat yang lebih tinggi,” ujar Jecky dalam pernyataannya di depan majelis hakim.
Jaksa Penuntut Umum KPK, Adi Arie, dalam dakwaannya menyebutkan bahwa Isnan Fajri bersama ajudan Rohidin, Evriansyah, diduga terlibat dalam pemerasan dan menerima gratifikasi dari para pejabat eselon dua dan kepala sekolah yang dipaksa untuk menyetor dana guna mendukung pemenangan Rohidin dalam Pilkada. Dana yang terkumpul, menurut jaksa, mencapai total Rp7,2 miliar dan gratifikasi sebesar Rp30,3 miliar. Selain itu, terdapat pula uang dalam mata uang asing, yaitu 309.581 dolar Singapura dan 42.715 dolar Amerika, yang juga disebutkan dalam laporan keuangan terkait.
“Peran Isnan Fajri turut membantu bersama-sama dengan Evriansyah dalam pemerasan. Dana yang diterima oleh terdakwa Rohidin Mersyah melalui keduanya mencapai Rp7,2 miliar, dan gratifikasi sebesar Rp30,3 miliar. Belum termasuk 309.581 dolar Singapura dan 42.715 dolar Amerika,” ungkap Jaksa Adi Arie di hadapan majelis hakim.
Jecky menyebut bahwa tuduhan pemerasan dan gratifikasi yang ditujukan kepada Isnan sangat lemah. “Klien kami tidak pernah memaksakan pihak manapun untuk menyetor dana. Jika ada aliran dana yang melibatkan Isnan, itu adalah pelaksanaan tugas sebagai pegawai negeri yang mendapat perintah dari atasan,” tambah Jecky.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan menghadirkan saksi-saksi meringankan dan ahli untuk membuktikan bahwa tindakan Isnan tidak bisa disamakan dengan tindakan pemerasan yang dimaksudkan dalam dakwaan. “Isnan bukan pengambil keputusan utama dalam aliran dana tersebut, dan ia hanya menjalankan tugas administratif sesuai instruksi,” ujar Jecky lebih lanjut.
Tuduhan yang dialamatkan kepada Isnan Fajri mencakup keterlibatan dalam pengumpulan dana yang diduga digunakan untuk mendukung pemenangan Rohidin Mersyah dalam Pilkada Bengkulu lalu. Jaksa KPK menyebutkan bahwa dana yang diterima oleh terdakwa Rohidin Mersyah melalui Isnan dan ajudannya, Evriansyah, mencapai miliaran rupiah, namun pengacara Isnan berpendapat bahwa peran kliennya lebih sebagai pelaksana daripada sebagai aktor utama dalam tindak pidana yang dituduhkan.
Sementara itu, mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menerima semua dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut KPK dalam persidangan perdana dan mengungkapkan bahwa uang yang diterima sudah dibagikan kepada masyarakat.
“Saya mengakui betul tanggung jawab itu bahwa saya sebagai pejabat negara atau saya sebagai posisi calon gubernur pada waktu itu, saya menggunakan atau memobilisasi para ASN untuk mendukung saya dan mengumpulkan sejumlah uang termasuk dari para pihak, untuk uang-uang itu saya perintahkan dikumpulkan kepada saudara Evriansyah dan semuanya sudah dibagikan ke masyarakat dalam proses untuk Pilkada saya,” ungkap Rohidin Mersyah dalam persidangan.
Sidang ini diperkirakan akan berlanjut panjang, dengan banyaknya materi yang harus dipertimbangkan dalam menentukan peran masing-masing terdakwa. Meskipun begitu, pembelaan awal terhadap Isnan Fajri menunjukkan bahwa dakwaan terhadapnya masih bisa dipertanyakan, mengingat perannya yang sangat terbatas dalam struktur kekuasaan yang ada pada saat itu.