Bengkulu, Penelusuran Online – Gubernur Bengkulu Helmi Hasan mendorong terbentuknya ruang dialog terbuka antara pemerintah, masyarakat, dan perusahaan tambang terkait polemik tambang emas di Kabupaten Seluma. Menurutnya, Satuan Tugas Khusus Pendapatan Asli Daerah (Satgassus PAD) harus berperan sebagai jembatan komunikasi sekaligus pengawas sosial atas proyek yang belakangan menuai penolakan tersebut.
“Satgassus ini kita harapkan bisa menjadi penghubung dengan semua pihak. Termasuk mendengar langsung dari masyarakat, kenapa mereka menolak? Misalnya, apakah karena mereka tidak bisa bekerja di sana?” ujar Helmi Hasan dalam pertemuan di Balai Raya Semarak, Selasa (10/6).
Helmi menegaskan, Satgassus tidak hanya berfungsi secara teknis, tetapi juga bertugas menggali aspirasi masyarakat, memetakan potensi konflik, dan mencari solusi bersama. Ia mengungkapkan bahwa potensi tambang emas di Seluma disebut-sebut lebih besar dari tambang Freeport di Papua, sehingga memerlukan pendekatan yang cermat dan transparan.
“Kita juga akan pelajari bagaimana perusahaan ini mengelola tambang di daerah lain. Apakah profesional? Bagaimana dampak lingkungannya? Semua itu harus jelas,” tegasnya.
Gubernur juga menekankan pentingnya masyarakat mendapat manfaat langsung dari keberadaan tambang, mencontohkan praktik di Banyuwangi, Jawa Timur, di mana pemerintah daerah memperoleh pendapatan hingga Rp1 triliun per tahun dari kepemilikan saham di tambang emas.
“Artinya ada yurisprudensinya. Ini bisa menjadi rujukan,” kata Helmi.
Pernyataan tersebut diamini oleh Irwasda Polda Bengkulu, Brigjen Pol Asep Teddy Nurasyah, S.Ik., yang pernah menjabat sebagai Dirpamobvit di Polda Jawa Timur. Ia menyebutkan bahwa pengelolaan komunikasi dan manfaat ekonomi dari tambang emas di Banyuwangi serta tambang minyak di Bojonegoro bisa menjadi contoh yang patut ditiru.
“Di sana, perusahaan menyalurkan bantuan beras secara rutin kepada warga sekitar tambang. Masyarakat pun merasa dilibatkan dan akhirnya ikut menjaga tambang,” ujar Asep Teddy.
Sebagai langkah lanjutan, Helmi mengusulkan agar perusahaan tambang bersama Satgassus menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan masyarakat, tokoh adat, akademisi, organisasi mahasiswa, dan NGO, serta melibatkan unsur Forkopimda seperti kejaksaan dan kepolisian.
“Kita harus dengar langsung dari masyarakat, apa alasan mereka menolak? Kalau memang akhirnya harus ditolak, kita tolak bersama-sama. Jangan sampai setuju sekarang, tapi ribut di kemudian hari,” tutup Helmi.